Pages

Saturday, September 8, 2012

Kerajaan Salakanagara Selengkapnya





Kerajaan tertua di Nusantara bukan Kutai tapi Salakanegara

Salakanagara merupakan kerajaan pertama di Nusantara yang berlokasi di daerah Banten. (Jadi, bukan Kutai seperti yang kita percayai selama ini).

Tidak bisa dipungkiri bahwa berdirinya kerajaan Sunda pada awalnya tidak luput dari campur tangan orang orang dari lingkaran istana kerajaan India. Setidaknya bisa terlihat dari kelahiran kerajaan Salakanagara dan Tarumanagara. Dewawarman I, raja pertama Salakanagara adalah pemimpin sebuah ekspedisi dari kerajaan Pallawa. Sedangkan Jayasingawarman adalah maharesi Calankayana yang mengungsi karena negaranya takluk pada kerajaan Magada. Satu orang pemimpin ekspedisi, yang lainnya Maharesi yang kalah perang.
Namun di tatar Sunda Keduanya mempunyai historis yang bagus, bahkan mempelopori pendirian kerajaan pertama di Nusantara. Keturunan mereka menjadi raja raja besar di Nusantara, termasuk Raden Wijaya yang mendirikan Majapahit, dan Adityawarman, raja Sriwijaya.
Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara).

Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Banten memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tb. H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Cagar budaya Salakaneara

Selama kekuasaan dinasti Dewawarman, banyak peristiwa menarik terjadi. Yang pertama, tentu saja tradisi mewariskan tahta secara turun temurun dimulai, sesuatu yang tidak terjadi sebelumnya. Dominasi trah India sangat terlihat jelas. Raja Dewawarman III adalah murni India. Bernama asli Singasagara Bhimayasawirya, dia adalah cucu Dewawarman I dari ibu India.




Untuk pertama kalinya wanita tampil memimpin negara, walaupun sifatnya darurat dan sementara. Mahisa Suramardini Warmandewi, memimpin karena sang suami, Dewawarman V gugur menghadapi perompak. Dan Spatikarnawa Warmandewi tampil karena Dewawarman VII tidak punya anak lelaki.
Perebutan kekuasaan sempat terjadi ketika Dewawarman VII wafat. Krodamaruta, merebut kekuasaan ketika hari berkabung Dewawarman VII belum usai. Bersama pasukan bersenjata lengkap yang langsung datang dari India, dia mengklaim sebagai raja baru. Anak keempat Dewawarman VI, dengan jabatan menteri di kerajaan Calankayana, India, dia merasa berhak mewarisi tahta berhubung raja terakhir tak punya anak lelaki. Usia kekuasaannya hanya tiga bulan karena tewas dalam kecelakaan.
Pada masa Dewawarman VIII, negara memasuki era keemasan. Sayang pada era Dewawarman IX, pamor Salakanagara benar benar redup. Dia hanya menjadi negara bagian Tarumanegara.

LOKASI

Lokasi diperkirakarakan
 kerajaan salakanegara













KERAJAAN GILINGAYA atau SALAKA NAGARA
Pendiri Kerajaan Gilingaya adalah Sang Prabu Budawaka yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Ismaya. Setelah masanya berakhir, Sang Prabu Budawaka moksa di Gunung Karang di candi yang berada diatas Gunung Karang di daerah Watu Lawang.

Setelah itu dilanjutkan oleh Sang Prabu Bramakadi yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara

Brama. Setelah lengser keprabon, sang prabu menjadi pertapa di puncak Gunung Krakatau dan digantikan oleh putranya yang bernama Sang Prabu Dewaesa yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Bayu. Prabu Dewaesa adalah raja terakhir dari Kerajaan Gilingaya ketika keraton tersebut masih menjadi pusat kerajaan. Karena sesudah sang prabu dan ayahandanya – Prabu Bramakadi moksha, terjadi goncangan alam yang sangat besar, sehingga mayoritas bumi terendam air. Air baru surut pada masa akhir Kerajaan Medang Galungan di Kuningan saat di perintah oleh Prabu Satmata. Kerajaan Gilingaya yang menguasai jagad pada jaman Kala Brawa di jaman besar Kali Tirtha, di kenal juga dengan nama Salakanagri atau Salaka Nagara. Setelah surut dari kerjaan induk, sampai di jaman masa surutnya Majapahit, tetap bernama Gilingaya atau Salaka Nagara, tetapi statusnya sudah menjadi Kadipaten. (1)

Perjalanan Salaka Nagara dari masa ke masa selanjutnya mengalami pasang surut sejalan dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan lain di nusantara. Mengingat bahwa kerajaan ini termasuk yang tertua di nusantara, maka hingga kini belum banyak penemuan yang bisa mengungkapkan secara lebih jelas lagi tentang Salaka Nagara. Namun demikian di tahun 1677, Pangeran Wangsakerta – salah satu anggota keluarga Keraton Cirebon bersama-sama dengan tim nya, menyusun naskah Pustaka Rajya Rajya Bhumi Nusantara yang menjelaskan sejarah kepulauan nusantara, Pulau Jawa dan Tatar Sunda. Dalam salah satu naskah itu lah nama Salaka Nagara muncul dan disebut sebagai cikal bakal kerajaan Tarumanegara.

Keturunan India

Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain. Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.

Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.

Silsilah Salakanagara
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra.

Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.

Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.

Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.



CIKAL BAKAL TARUMANEGARA
Dalam naskah Wangsakerta, diceritakan bahwa Salaka Nagara merupakan sebuah wilayah di Teluk Lada. Masyarakat Salaka Nagara di masa itu memiliki sistem religi Pitarapuja, atau pemujaan roh leluhur dan Aki Tirem adalah tokoh pemimpin masyarakatnya. Di katakana pula, Dewawarman – yang kelak menjadi Raja Salaka Nagara, adalah seorang duta keliling, pedagang dan perantau dari India yang tiba di Teluk Lada hingga menetap dengan Dewi Pwahaci Larasati, putri Aki Tirem, sang penguasa setempat.

Hubungan antara Aki Tirem dengan Demawarman sudah terjalin jauh sebelum Demawaman menetap di Teluk Lada. Mereka berdua telah bekerja sama mengatasi perompak yang mengganggu wilayah sekitar perairan Salaka Nagara dan sekitarnya. Aki Tirem mempunyai putri yang kemudian di nikahkan dengan Demawaman. Kelak Aki Tirem menyerahkan kekuasaan pada Demawarman.

Kerajaan Salaka Nagara baru berdiri setelah meninggalnya Aki Tirem, yakni pada kisaran tahun 130 Masehi. Demawarman mendirikan kerajaan Salaka Nagara dengan ibu kota Rajatapura dan menjadi Raja Salaka Nagara pertama, bergelar Prabu Dharmaloka Demawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Wilayah-wilayah di sekitarnya menjadi daerah kekuasaan Raja Dermawarman, termasuk kerajaan Agnynusa (Negeri Api) di Pulau Krakatau. Jaman sekarang ini wilayah kuno Salaka Nagara mencakup Banten, Jawa Barat bagian barat, pesisir Jawa Barat, Nusa Mandala atau Pulau Sangiang dan pesisir Sumatera bagian selatan. Demawarman membuka hubungan diplomatic dengan Cina dan India; dan ketika kerajaan itu menggalang kerja sama mengatasi gangguan perompak, termasuk para perompak dari Cina.

Raja Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun, dan pada kisaran tahun 168 masehi di gantikan puteranya Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Senapati Bahadur harigana Jayasakti, adik Prabu Dewawarman I menjadi raja di daerah Mandala Ujung Kulon. Sedangkan Sweta Liman Sakti, adiknya yang lain dijadikan raja di daerah Cianjur selatan

Tahun 363 M (akhir Kerajaan Salaka Nagara)

Kerajaan Salaka Nagara hanya sampai + tahun 363 dengan Prabu Dharmawirya sebagai Prabu Dewawarman VIII / terakhir karena Salaka Nagara sudah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Tarumanegara. Kehidupan masyarakat Salaka Nagara sangat harmonis, makmur dan sentosa, perekonomian berjalan baik.

Prabu Darmawirya Dewawarman VIII, mempunyai menantu Jayasinghawarman, seorang maharesi dari Calankayana di India. Jayasanghawarman mengungsi ke Nusantara setelah daerahnya di serang Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya. Setelah Jayasinghawarman mendirikan Kerajaan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralhi dari Rajatapura ke Tarumanagara, dan setelah itu Salaka Nagara statusnya berubah menjadi Kerajaan Daerah. Hingga saat ini, belum di temukan prasasti atau bukti sejarah yang bisa membuktikan keberadaan Kerajaan Salaka Nagara sebelum era Tarumanagara ini. Oleh karena itu, hingga kini banyak pihak masih meragukan dan memperdebatkan soal Kerajaan Salaka Nagara sebagai cikal bakal Tarumanagara.

peniggalan pusaka raja Salakanagara














Raja-raja yang memerintah
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130-362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.
Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.
Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.

Urutan Raja Salakanagara

Daftar nama-nama raja yang memerintah Kerajaan Salakanagara adalah;
Tahun berkuasa
Nama raja
Julukan
Keterangan
130-168 M
Dewawarman I
Prabu Darmalokapala Aji Raksa Gapura Sagara
Pedagang asal Bharata (India)
168-195 M
Dewawarman II
Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra
Putera tertua Dewawarman I
195-238 M
Dewawarman III
Prabu Singasagara Bimayasawirya
Putera Dewawarman II
238-252 M
Dewawarman IV
Menantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon
252-276 M
Dewawarman V
Menantu Dewawarman IV
276-289 M
Mahisa Suramardini Warmandewi
Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V, karena Dewawarman V gugur melawan bajak laut
289-308 M
Dewawarman VI
Sang Mokteng Samudera
Putera tertua Dewawarman V
308-340 M
Dewawarman VII
Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati
Putera tertua Dewawarman VI
340-348 M
Sphatikarnawa Warmandewi
Puteri sulung Dewawarman VII
348-362 M
Dewawarman VIII
Prabu Darmawirya Dewawarman
Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa, raja terakhir Salakanagara
Mulai 362 M
Dewawarman IX
Salakanagara telah menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara


Referensi
 ^ Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.

Lihat juga

Garis waktu kerajaan-kerajaan di Jawa Barat/Banten









Didahului oleh:
Tidak ada Kerajaan Hindu-Budha
150 - 362 Digantikan oleh: Tarumanagara

Kerajaan di Jawa
0-600 (Hindu-Buddha pra-Mataram) Salakanagara • Tarumanagara • Sunda-Galuh • Kalingga • Kanjuruhan

600-1500 (Hindu-Buddha) Mataram Hindu • Kahuripan • Janggala • Kadiri • Singasari • Majapahit • Pajajaran • Blambangan

1500-sekarang (Islam) Demak • Kalinyamat • Pajang • Banten • Cirebon • Sumedang Larang • Mataram Islam (Kartasura • Surakarta • Yogyakarta • Mangkunagara • Paku Alam))

Daftar kerajaan diatas tersebut diambil dari beberapa naskah dibawah ini;
--Hafidcakra (bicara) 9 Agustus 2012 05.21 (UTCi
• Naskah Wangsakerta
• Kerajaan di Nusantara
• Kerajaan di Banten

Peninggalan Salaka Nagara

Posisi Kerajaan Gilingaya kira-kira terdapat di kecamatan Mandalawangi yang di kelilingi oleh 4 (empat) gunung, yakni Gunung Pulosari (stratovolcano), Gunung Karang (stratovolvano) dan Gunung Aseupan, serta Gunung Parakasak (volcano). Oleh karena itu beberapa peninggalan dapat di jumpai lokasi sekitar bekas kerajaan Salaka Nagara. Beberapa literatur penelitian ( (Yoseph Iskandar , 1997, Sejarah Jawa Barat), Ayat Rohaedi,2005,Sundakala : Cuplikan Sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panita Wangsakerta” Cirebon) mengungkap adanya bukti-bukti peninggalan kerajaan, tersebar di sekitar Gunung Pulosari dan Pulau Panaitan.
Situs Salakanagara


Situs Cihunjuran


Menhir Cihunjuran










Berdasarkan naskah Pustaka Raja Raja I Bhumi Nusantara, situs Cihunjuran adalah salah satu bukti peninggalan kerajaan Salaka Nagara. Ada pula batu menhir dan dolmen yang oleh masyarakat setempat di sebut Batu Alami. Ada pula batu berlubang, pada jaman itu digunakan sebagai tempat membuat ramuan obat-obatan.

Situs Batu Goong Citaman

Batu goong, peninggalan megalitik Salaka Nagara bentuknya menhir yang di kelilingi batu-batu berbentuk gamelan atau gong dan batu pelinggih. Situs ini terletak di atas bukit tidak jauh dari pemandian Citaman.

Konon, situs citaman dulunya adalah situs tempat Sang Prabu Budawaka menerima wahyu sehingga dibangun menjadi Taman Punakawan, karena di situ tempat beliau bertemu untuk pertama kalinya dengan Ki Lurah Semar yang waktu itu bernama Ki Lurah Lengser.

Menhir tugu
salakanagara

Situs Batu Ranjang

salah satu peninggalan yang masih terletak di kawasan Pulosari. Bentuknya rata di bagian atas sehingga disebut batu ranjang. Batu yang di perkirakan dari jaman logam, diperkuat dengan 4 tiang penyangga yang berukir (3). Konon kabarnya, dahulu Situs Batu Ranjang merupakan situs dari pesanggrahan Sang Prabu Dewaesa saat memanggil Pangeran Makukuhan dan menobatkan Pangeran Makukuhan menjadi Mahaprabu dan terkenal dengan gelar Sang Mahaprabu Kano yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Indra yang lalu memindahkan pusat pemerintahannya ke Gunung Mahendra.






Situs Batu Tumbung

Situs Batu Tumbung merupakan sebuah batu besar yang terdapat banyak guratan-guratan.
Guratan pada batu menggambarkan tentang gunung yang meletus pada masa itu, jumlah guratan menandakan sejumlah itu pula gunung-gunung di pulau Jawa yang meletus secara bersamaan di sekitar masa pergantian jaman dari Kala Brawa ke Kala Tirtha.

Prasasti kawali salakanegara
Asal usul Batu Tumbung;
Pada saat itu Pangeran Makukuhan putra Sang Prabu Dewaesa yang menjadi Adipati di Purwacarita (Purwacarita di daerah Magetan di lereng Gunung Mahendra – red sekarang Gunung Lawu) dipanggil datang ke pesanggrahan yang ada di Situs Batu Ranjang. Saat itu Prabu Dewaesa berkeinginan untuk lengser keprabon dan menghendaki Pangeran Makukuhan yang akan menggantikan beliau menjadi Raja. Tapi Pangeran Makukuhan tidak mau menerima karena kawatir dengan banyaknya Kadipaten yang akan memberontak ketika dia menjadi Mahaprabu.
Maka Pangeran Makukuhan mencari cara agar prabu Dewaesa tidak lengser keprabon dengan mengatakan “Dumateng Arcapada menika pukulun mboya wonten bagaskara kembar”. Pernyataan itu membuat marah Prabu Dewaesa dan mengatakan kalau begitu yang kamu inginkan maka Prabu

Dewaesa dan Mpu Bramakadi akan moksa dan menghancurkan semua Kadipaten yang berpotensi mbalelo. Maka diperintahkanlah untuk membuat perahu dan memperbesar istana Balekambang untuk menyelamatkan rakyat. Tertegun dan sedih mendapat jawaban tersebut maka Pangeran Makukuhan meminta rakyat membuat apa yang diinginkan Prabu Dewaesa. Kemudian setelah semua selesai Prabu Dewaesa dan Mpu Bramakadi moksa di Gunung Krakatau dibarengi dengan datangnya meteor yang menghantam Bumi dan meletusnya sejumlah gunung serta naiknya air laut sampai sepertiga Gunung Karang. Air laut baru surut pada saat penobatan Prabu Satmata di jaman Kerajaan Medang Galungan.

Gelar dari Pangeran Makukuhan adalah Sang Mahaprabu Kano. Nama Kano, mempunyai arti “perahu” itu melekat karena pada saat moksanya ayahanda dan kakek dari Pangeran Makukuhan, siti hinggil kraton dipindah sementara ke dalam sebuah perahu besar yang dibangun di Istana Balekambang Gilingaya.

Peristiwa moksanya Sang Prabu Dewaesa dan Mpu Bramakadi, mengakibatkan terpisahnya daratan Sumatera dengan daratan Jawa, akibat meletusnya gunung-gunung juga gunung yang berada di kutub selatan sehingga es mencair dan air laut naik dan menenggelamkan hampir sebagian besar daratan di bumi pada saat itu.

Arca Ki Lurah Lengser dan Batu Lumpang

Di kediaman Bapak Nurdin yang berjarak sekitar 2km dari Situs Batu Tumbung, terdapat arca Ki Lurah Lengser dan Batu Lumpang serta ada patung lingga yang dipakai sebagai ganjal rumah.

Berikut ini adalah sebagian sisa-sisa peninggalan kerajaan Salakanagara yang lain;
• Arca Ganesha dan Siwa:
Data arkeologi dari Pulau Panaitan berupa arca Siwa, Ganesha dan lingga semu/lingga patok. Arca Shiwa dari Panaitan pernah raib dicuri, namun kemudian arca tersebut dapat diamankan
• Dolmen:
Terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm.
• Batu Magnit:
Terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut.
• Batu Dakon:
Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan
• Air Terjun Curug Putri
terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun
• Menhir Cihunjuran :
Berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang
• Pemandian Prabu Angling Dharma
Terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung.
ngga tau bener atau ngga, ternyata ada makamnya juga

Kesejarahan Indonesia mempunyai banyak sisi yang belum di eksplorasi, termasuk penelusuran berbagai kerajaan yang pernah ada di nusantara. Selama ini, proses mencari jejak kerajaan-kerajaan di nusantara banyak menghasilkan informasi baik yang lama maupun yang baru; bahkan tidak jarang menimbulkan pertanyaan yang menggugah keinginan untuk menggali serta menemukan bukti historis yang bisa melengkapi mata rantai kesejarahan nusantara.

Kerajaan Salaka Nagara merupakan salah satu mata rantai kerajaan di nusantara. Penelusuran jejak Salaka Nagara pernah dilakukan berbagai pihak dan dari berbagai perspektif – seperti yang dapat di baca pada artikel ini. Keberadaan kerajaan ini pernah tercatat di tahun 150 oleh seorang ahli ilmu bumi Yunani, Claudius Ptolemaeus dalam bukunya Geographike Hypergesis. Ptolemaeus menyebutnya sebagai Argyre, atau perak yang terletak di ujung barat Pulau Iabadious (Dalam mitologi Roma dan Yunani, Argyre dikatakan mythical island of silver ). Nama Iabadiou disamakan dengan nama dalam bahasa sansekerta, Yawadwipa, yang artinya Pulau Jelai atau Pulau Jawa.

Hingga kini, terbatasnya informasi mengenai Salaka Nagara menimbulkan berbagai pertanyaan yang hanya bisa di jawab dengan terus melakukan penggalian sejarah, mencari kaitan-kaitan historis yang akhirnya bisa semakin memperjelas latar belakang kerajaan Salaka Nagara ini.

Tidak seperti kerajaan-kerajaan di tatar jawa, kerajaan-kerajaan di tatar sunda kebanyakan memang tidak mempunyai keraton, itulah salah satu sebab sulitnya penelusuran kerajaan-kerajaan di tatar sunda.

Daftar pustaka :

(1) Agung Bimo Sutejo & Timmy Hartadi (Tim Laku Becik), Kraton Gilingaya : sebuah ekspedisi. Januari 2009
(2) Ayat Rohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005
(3) Team Fisip IKOM A1 NR-Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Megalitikum di Banten Selatan Sekitar Gunung Pulosari, 2008

Edit; wawansurya
Sumber:
http://www.affiliate-waones.com/2012/09/salakanagara-kingdom-is-kingdom-first.html
http://therewillbeposts.blogspot.com/2010/04/salakanagara-country-of-silver-kerajaan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Salakanagara
http://fusion-kandagalante.blogspot.com/2011_01_01_archive.html

No comments:

Post a Comment