SITUS CANDI CANGKUANG – SALAH SATU OBJEK WISATA MENARIK di GARUT
Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.
Nama Candi Cangkuang sendiri diambil dari nama desa sekaligus adalah nama tanaman (Pandanus furcatus) yang banyak terdapat di sekitarnya. Daun tanaman cangkuang sering dimanfaatkan penduduknya untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren.
Candi ini berjarak sekitar 3 m di sebelah selatan makam Arif Muhammad/Maulana Ifdil Hanafi.
Lokasi Situs Cangkuang
Candi Cangkuang terdapat di sebuah pulau kecil yang bentuknya memanjang dari barat ke timur dengan luas 16,5 ha. Pulau kecil ini terdapat di tengah danau Cangkuang pada koordinat 106°54'36,79" Bujur Timur dan 7°06'09" Lintang Selatan. Di Wikimapia [1]. Selain pulau yang memiliki candi, di danau ini terdapat pula dua pulau lainnya dengan ukuran yang lebih kecil.
Lokasi danau Cangkuang ini topografinya terdapat pada satu lembah yang subur kira-kira 600-an m l.b.l. yang dikelilingi pegunungan: Gunung Haruman (1.218 m l.b.l.) di sebelah timur - utara, Pasir Kadaleman (681 m l.b.l.) di timur selatan, Pasir Gadung (1.841 m l.b.l.) di sebelah selatan, Gunung Guntur (2.849 m l.b.l.) di sebelah barat-selatan, Gunung Malang (1.329 m l.b.l.) di sebelah barat, Gunung Mandalawangi di sebelah barat-utara, serta Gunung Kaledong (1.249 m l.b.l.) di sebelah utara.
Candi Cangkuang : Sekilas, Menikmati Candi Hindu di Tengah Danau;
Pesona Wisata Alam yang Memukau
Photo-photo Galerry Situs /Situ Candi Cangkuang
Galerry Candi Cangkuang
Sejarah Situs Cangkuang
Pertama kali candi ditemukan pada 1966 oleh Harsoyo dan Uka Candrasasmita. Penemuan ini berdasarkan laporan Vorderman tahun 1893. Sayangnya, candi Cangkuang ditemukan tak berbentuk. Hanya bersisa 40 persen saja puingnya yang 60 persen yang hilang lalu dibuat replika. Sehingga pada 1976, candi itu utuh kembali. Tepat di belakang komplek candi, terdapat rumah adat yang dengan bebas bisa ditelusuri.
Rumah adat Kampung Pulo hanya berjumlah tujuh saja, tak boleh lebih, juga tak boleh kurang. Susunannya seperti huruf U, lingkungannya asri, terawat, bersih, dan rapi. Jumlah ini simbol dari tujuh anak Arif Muhammad. Satu bangunan masjid melambangkan anak laki-laki.
Enam lainnya berupa rumah tinggal, melambangkan anak perempuan.”Kalau anak sudah menikah, dia harus pindah dari desa ini, tapi kalau ada rumah yang kosong, nanti dipanggil kembali”Walau memeluk agama islam, warga kampung memengang garis keturunan perempuan. Maka, hanya anak perempuan yang berhak tinggal di desa, anak laki-laki harus pindah ketika dewasa, jelas Tatang.
Awalnya penemuan situs ini hanyalah berupa batu fragmen dari sebuah candi dan makam kuno serta arca Siwa yang telah rusak. Arca ini wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm dan 45 cm (tingginya 41 cm). Posisi arca bersila di atas padmasana ganda dengan kaki kiri menyilang datar, alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan.
Dengan kepala nandi ini para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha. Di tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga. Selain arca ditemukan juga peninggalan pra sejarah berupa alat dari batu obsidian, pecahan-pecahan tembikar dari zaman Neolithicum dan batu-batu besar dari kebudayaan Megalitikum.
Selain menemukan reruntuhan candi, terdapat pula serpihan pisau serta batu-batu besar yang diperkirakan merupakan peninggalan zaman megalitikum. Penelitian selanjutnya (tahun 1967 dan 1968) berhasil menggali bangunan makam.
Walaupun hampir bisa dipastikan bahwa candi ini merupakan peninggalan agama Hindu (kira-kira abad ke-8 M, satu zaman dengan candi-candi di situs Batujaya dan Cibuaya?), yang mengherankan adalah adanya pemakaman Islam di sampingnya.
Struktur Bangunan Candi
Bahan Referensi;
Bambang Budi Utomo. 2004. Arsitektur Bangunan Suci Masa Hindu-Budha di Jawa Barat. Kementrian Kebudayaan dan pariwisata, Jakarta. ISBN 979-8041-35-6
Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 74. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
Edit ; wawansurya
Sumber ;
-Wikipedia.org
- www.affiliate-waones.com
- www.disparbud.jabarprov.go.id
No comments:
Post a Comment